Hati-hati kalau ke Matasirih, 'raja
nyamuk' bediam di sana jar. Pesan seorang teman kepada saya dalam
bahasa banjar yang artinya “katanya raja nyamuk tinggal di sana”.
Raja nyamuk yang dimaksud di sini
adalah nyamuk malaria atau nyamuk Anopheles betina. Nyamuk
ini menyebabkan penyakit malaria yang disebarkan melalui gigitan
nyamuk yang sudah terinfeksi oleh parasit Plasmodium.
Malaria bahkan bisa mematikan jika tidak ditangani dengan benar.
Keberadaan tentang nyamuk malaria di
Pulau Matasirih ternyata bukan hanya isu belaka. Konon katanya nyamuk
malaria yang ada di pulau ini merupakan salah satu yang terganas di dunia.
Pulau Matasirih, kampung bagian barat nya tidak terkena cahaya matahari pagi |
Perjalanan selama 10 jam menggunakan
kapal nelayan dari Pagatan mengantarkan saya sampai ke Pulau
Matasirih. Pulau Matasirih termasuk dalam wilayah administratif
Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Letaknya berada di tengah-tengah laut Jawa dan merupakan pulau
terluar Kalimantan Selatan.
Sudah lama saya mendengar cerita
menakutkan tentang pulau ini. Cerita tentang kematian warga maupun
para pekerja luar yang bertugas di sana. Bahkan cerita-cerita tentang
kematian tersebut saya dengarkan langsung dari penuturan mulut warga
di Matasirih. Kematian yang diakibatkan oleh nyamuk malaria. Yang
seharusnya bisa dicegah, andai saja prasarana kesehatan di pulau ini
memadai.
Kepergian saya ke Pulau Matasirih bukan
untuk meneliti nyamuk ataupun perjalanan dinas, melainkan untuk berwisata. Sebuah gagasan yang sempat
dianggap “gila” oleh beberapa orang teman saya. Hal ini bukan tanpa
alasan, karena menurut informasi yang saya dengar di sekitar pulau
nya terdapat pulau-pulau kecil yang indah dengan terumbu karang yang
masih bagus.
Seminggu sebelum kepergian saya
mengkonsumsi obat malaria berdosis 300mg untuk antisifasi hal-hal
yang tidak diinginkan. Saya pergi bersama beberapa orang teman dari komunitas South Borneo Traveller. Kami tiba malam hari di Pulau Matasirih, setelah sebelumnya juga sempat mampir di Marabatuan dan Kalambau. Malam ini kami tidur di kapal yang merapat di depan bagian barat pulau.
Keesokan harinya sebelum meng-eksplor alam di sekitar Pulau Matasirih saya sempat mampir ke kampung yang ada di pulau tersebut. Meskipun sebelum menginjakkan kaki di daratan utama saya sempat ragu mengingat cerita-cerita menakutkan tentang pulau ini. Suasana kampungnya sama seperti kampung-kampung nelayan pada umumnya. Tidak ada yang berbeda, warga beraktifitas seperti biasanya. Di sini saya mengobrol dengan beberapa warga termasuk kepala dusun. Dari hasil obrolan tersebut terkuak fakta bahwa kematian-kematian warga yang terkena malaria kebanyakan karena lambatnya penanganan medis. Prasarana dan ketersediaan tenaga medis di sana dinilai masih kurang. Kalau penyakit sudah parah, korban terpaksa harus dibawa ke Marabatuan yang jarak tempuh waktunya dari Matasirih selama 3 jam. Itu pun jika kondisi laut sedang bagus, jika cuaca kurang bersahabat maka waktu tempuhnya menjadi lebih lama lagi. Bahkan ada yang sampai meninggal di perjalanan. Namun kabar baiknya sekarang kasus kematian karena malaria di Pulau Matasirih sudah berkurang dan sangat jarang terjadi.
Kapal yang saya tumpangi memutar bagian timur pulau, mampir ke Pulau Pamalikan yang jaraknya cukup dekat dengan Pulau Matasirih. Pulau kecil tanpa penghuni ini sangat indah dengan pantai pasir putih dan air laut yang bening. Sangat cocok untuk berenang dan snorkeling. Sayang terumbu karang yang rapat di sini keadaannya sudah rusak karena aktivitas pengeboman ikan beberapa tahun silam. Tetapi masih tetap menyenangkan untuk snorkeling karena banyak saya lihat ikan-ikan besar dan beberapa ekor bayi hiu yang berenang.
Setelah puas snorkeling dan leyeh-leyeh di Pamalikan, kami menuju sisi timur Matasirih. Di sini terumbu karangnya bagus dan rapat. Posisinya yang berada di teluk sangat cocok untuk snorkeling. Suasananya sangat tenang dengan pemandangan indah dikelilingi perbukitan hijau dan pulau kecil. Saat menyeberang menuju ke sini kami sempat berpasasan dengan beberapa ekor lumba-lumba dan penyu hijau yang muncul berenang ke permukaan air.
Tak jauh dari lokasi snorkeling juga terdapat perkampungan lengkap dengan dermaga permanen yang terbuat dari beton. Penasaran saya mencoba naik ke dermaga dan mendekati kampung. Ternyata kampungnya kosong tanpa penghuni. Semua bangunan rumah kondisinya terbengkalai. Yang anehnya sebagian barang-barang berharga seperti meja bilyard, mesin genset, dan beberapa kapal juga ikut ditinggalkan pemiliknya. Bahkan pos BABINSA yang ada di sini juga kosong tanpa penjaga. Barang-barang bernilai ekonomi tinggi untuk pembangunan dermaga juga berserakan disekitar dermaga yang belum selesai pembangunannya. Perasaan saya tidak enak berada di kampung kosong ini. Tak ada seorang pun warga yang saya temui di sini sehingga tidak menemukan penjelasan tentang apa yang sudah terjadi di kampung bagian timur Pulau Matasirih ini.
Kami meninggalkan Pulau Matasirih sore hari. Meninggalkan pulau yang ditakuti banyak orang. Meninggalkan segala cerita-cerita memilukan yang pernah terjadi di pulau ini. Ada yang bilang ke Matasirih sama saja mendekati maut. Saya teringat pembicaraan dengan kepala dusun yang saya temui di bagian barat pulau, bahwa maut adalah rahasia Tuhan. Tak peduli tinggal di pulau endemik malaria seperti Matasirih ini sekali pun. Jika sudah waktunya tiba, maka tibalah. Matasirih memang menyimpan cerita menakutkan, tetapi juga menyimpan keindahan alam yang luar biasa.
kampung di bagian barat pulau matasirih |
Keesokan harinya sebelum meng-eksplor alam di sekitar Pulau Matasirih saya sempat mampir ke kampung yang ada di pulau tersebut. Meskipun sebelum menginjakkan kaki di daratan utama saya sempat ragu mengingat cerita-cerita menakutkan tentang pulau ini. Suasana kampungnya sama seperti kampung-kampung nelayan pada umumnya. Tidak ada yang berbeda, warga beraktifitas seperti biasanya. Di sini saya mengobrol dengan beberapa warga termasuk kepala dusun. Dari hasil obrolan tersebut terkuak fakta bahwa kematian-kematian warga yang terkena malaria kebanyakan karena lambatnya penanganan medis. Prasarana dan ketersediaan tenaga medis di sana dinilai masih kurang. Kalau penyakit sudah parah, korban terpaksa harus dibawa ke Marabatuan yang jarak tempuh waktunya dari Matasirih selama 3 jam. Itu pun jika kondisi laut sedang bagus, jika cuaca kurang bersahabat maka waktu tempuhnya menjadi lebih lama lagi. Bahkan ada yang sampai meninggal di perjalanan. Namun kabar baiknya sekarang kasus kematian karena malaria di Pulau Matasirih sudah berkurang dan sangat jarang terjadi.
Kapal yang saya tumpangi memutar bagian timur pulau, mampir ke Pulau Pamalikan yang jaraknya cukup dekat dengan Pulau Matasirih. Pulau kecil tanpa penghuni ini sangat indah dengan pantai pasir putih dan air laut yang bening. Sangat cocok untuk berenang dan snorkeling. Sayang terumbu karang yang rapat di sini keadaannya sudah rusak karena aktivitas pengeboman ikan beberapa tahun silam. Tetapi masih tetap menyenangkan untuk snorkeling karena banyak saya lihat ikan-ikan besar dan beberapa ekor bayi hiu yang berenang.
pulau pamalikan (foto: muhammad hafiz nm) |
Setelah puas snorkeling dan leyeh-leyeh di Pamalikan, kami menuju sisi timur Matasirih. Di sini terumbu karangnya bagus dan rapat. Posisinya yang berada di teluk sangat cocok untuk snorkeling. Suasananya sangat tenang dengan pemandangan indah dikelilingi perbukitan hijau dan pulau kecil. Saat menyeberang menuju ke sini kami sempat berpasasan dengan beberapa ekor lumba-lumba dan penyu hijau yang muncul berenang ke permukaan air.
terumbu karang terlihat dari permukaan air |
terumbu karang di matasirih |
Kami meninggalkan Pulau Matasirih sore hari. Meninggalkan pulau yang ditakuti banyak orang. Meninggalkan segala cerita-cerita memilukan yang pernah terjadi di pulau ini. Ada yang bilang ke Matasirih sama saja mendekati maut. Saya teringat pembicaraan dengan kepala dusun yang saya temui di bagian barat pulau, bahwa maut adalah rahasia Tuhan. Tak peduli tinggal di pulau endemik malaria seperti Matasirih ini sekali pun. Jika sudah waktunya tiba, maka tibalah. Matasirih memang menyimpan cerita menakutkan, tetapi juga menyimpan keindahan alam yang luar biasa.
mantapp bang... ilmj bafu lagi ttg kotabaru.. sy wrg kotabaru tp. cm prnah ke pulau samber gelap doang.. 😂 msh bnyak pulau indah dsana.. tp pulau sembilan ini lah yg pling greget.. 😁
BalasHapusJalan-jalan lah ke Pulau Sembilan, masa kalah sama orang Bjm. Hihihi
HapusWow mantap, bru dengar pulau Matasirih padahal saya orang Batulicin. Memang jarang kelayapan saya hehe...kapan-kapan jika ada rezeki kesana ah... JIka berkenan mapir yake blog saya baru bikin, tulisannya masih kacau hehe di imeher.blogspot.co.id
BalasHapusTerima kasih sudah mampir ke blog saya. Lebih dekat lagi itu Batulicin-Matasirih (lebih dekat daripada dari Banjarmasin) hee...
HapusOke siap bang
hahahahaa.... belum sempat2 eh... ke Samber Gelap aja batal kemarin krn sesuatu... :D
Hapusini blog nda dikasih AdSense kah...sptnya trafficnya tinggi.
BalasHapussmoga aja tahun depan bisa k pulau matasirih.....
BalasHapus