“Saranjana” Antara Alam Dan Mitos



Dahulu ketika saya menambal ban di pinggir jalan menuju Lontar seorang ibu pernah bercerita bahwa pada saat malam hari terdengar suara ramai deretan mobil lewat di depan rumahnya. Setelah dilihat ternyata tidak nampak satupun kendaraan yang lewat pada waktu itu dan dia meyakini bahwa suara tersebut berasal dari orang-orang Saranjana yang kebetulan melewati depan rumahnya.
Pak Sulaiman seorang bekas kepala desa di Teluk Tamiang juga bercerita bahwa kakeknya sudah lama hilang dan diambil oleh orang-orang Saranjana untuk dijadikan imam masjid di sana (sampai saat ini keturunannya tidak ada yang berani pergi ke Saranjana).
Beda lagi dengan cerita Pak Bedi seorang nelayan yang tinggal di Teluk Tamiang bagian timur, dia kehilangan neneknya di laut dan menurut penerawangan orang alim sekarang neneknya masih hidup dan tinggal di Saranjana.
Hal serupa juga pernah saya dengar dari seorang bapak disebuah warung pisang goreng di pinggir jalan menuju pelabuhan Tanjung Serdang. Dia bercerita pada saat di dalam kapal ferry menuju Pelabuhan Batu Licin nampak di dalam kapal dipadati oleh banyak orang. Begitu kapal merapat ke dermaga tiba-tiba dalam sekejab suasana di dalam kapal menjadi sepi dan hanya terlihat sedikit orang saja. Kata penumpang kapal yang lain orang-orang yang ramai di dalam kapal tadi sebagian adalah orang-orang dari Saranjana.
Belum lagi cerita tentang rotan yang dikirim ke Surabaya atas nama kota Saranjana, puluhan mobil mewah yang dipesan dengan tujuan kota Saranjana, dan lain lain.
Padahal dalam peta administrative daerah Kalimantan Selatan tidak pernah tecantum nama kota Saranjana. Saranjana hanyalah sebuah gunung kecil tanpa penghuni yang berada dipinggir laut kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan.
Menurut mitos masyarakat pesisir Kota Baru, Saranjana adalah sebuah kota yang tak kasat mata dengan sistem pemerintahan kerajaan yang dihuni oleh jin muslim. Ada juga yang mengatakan bahwa orang-orang Saranjana adalah orang BULIAN. Manusia juga seperti kita, bukan jin. Hanya saja mereka "halimun". Entah apa alasannya.
gunung saranjana
 
Nekat Traveller
Berawal dari ajakan trip gila dan nekat dari teman saya untuk melihat dan mengunjungi Saranjana. Awalnya agak sedikit ragu jika mengingat mitos yang berkembang di masyarakat selama ini tentang tempat tersebut. Namun rasa penasaran yang begitu besar mengalahkan keraguan saya.
Dengan menyewa perahu nelayan dari Teluk Tamiang maka berangkatlah saya bersama seorang teman. Waktu tempuh dari Teluk Tamiang menuju Saranjana kurang lebih selama 2,5 jam. Angin sepoi-sepoi, laut hijau kebiru-biruan, pegunungan berjejer di daratan, pulau-pulau kecil, bagang-bagang yang dihinggapi burung-burung laut merupakan pemandangan yang kami lewati. Sepanjang perjalanan saya sangat santai menikmati ciftaan Tuhan.

Sinyal Full Mendakati Saranjana
Dari kejauhan terlihat sebuah gunung yang letaknya persis di tepi laut. Perhatian saya sekarang terfokus kepada gunung yang berdiri tegap di hadapan saya ini. Itulah gunung Saranjana yang merupakan tempat tujuan kami. Tiba-tiba handphone saya berbunyi. Satelah saya cek ternyata sinyal handphone saya full di kawasan ini. Padahal selama perjalan dari Teluk Tamiang sampai daerah Tanjung Lalak yang merupakan kawasan ramai pemukiman saya tidak pernah sama sekali menemukan sinyal. Terakhir kali menemukan sinyal pada saat berada di atas mercusuar di Tanjung kunyit. Itupun letak mercusuar nya berada di atas bukit. Kesempatan buat online update status di facebook. Ckckckck…….
hampir sampai ke saranjana

Bertemu Sosok Misterius Di Pantai
Perahu yang kami tumpangi tidak bisa merapat ke pinggir pantai karena perairannya dangkal. Alhasil perahu berhenti di laut dengan jarak sekitar 200 meter dari bibir pantai. Pak Bedi sang pemilik perahu yang mengantarkan tidak mau menemani kami ikut ke pantai. Alasannya tidak berani, beliau memutuskan hanya menunggu di perahu saja. Dengan menggunakan jaket pelampung saya bersama teman saya berenang menuju pantai. Demi keamanan kamera saya tinggal di perahu. Hanya teman saya yang membawa kamera karena memang kameranya dilengkapi dengan casing under water, jadi aman bila tersentuh air.
Sesampainya di pantai suasana hening nampak begitu terasa. Setelah mengucapkan salam sebagai tanda meminta izin memasuki kawasan ini, kami mulai melangkahkan kaki untuk melihat-lihat keadaan sekitar. Pepohonan lebat tumbuh subur di sini dan menaungi pinggir pantai. Sementara itu dari kaki gunung terdapat beberapa mulut goa yang dipagari oleh karang-karang berwarna merah yang berdiri kokoh menyembul dari atas pasir pantai. Agak merinding jika melihat goa-goa tersebut. Melihatnya saja enggan apalagi berniat untuk memasukinya.
Ide gila teman saya muncul lagi di sini. Penasaran ingin melihat pemandangan dari puncak gunung Saranjana. Kami mengelilingi pantai mencari celah yang nyaman untuk bisa naik ke atas gunung Saranjana. Akhirnya kami putuskan untuk mendaki dari sisi kiri gunung karena sisi tersebut merupakan bagian yang tidak terlalu terjal menurut kami. Sembil memperhatikan medan pendakian dari pantai tiba-tiba dari kejauhan nampak terlihat dua orang sedang berjalan menghampiri kami. Entah darimana datangnya dan sejak kapan mereka berada di sini. Kami pun berkenalan dan meraka menyebutkan nama yaitu Ucung dan Yudi. Meraka mengaku tinggal di Lontar, ada keturunan Banjar juga dan sedang mencari ikan di Saranjana. Cukup mengherankan memang mengingat jarak dari Lontar menuju Saranjana lumayan jauh. Apalagi jika melihat perairan di Saranjana yang keruh tidak potensial untuk mencari ikan. Ditambah disekitar sana tidak terlihat nelayan lain yang sedang mencari ikan baik di laut maupun di sekitar pantai. Selain itu untuk ukuran nelayan yang sering terkena sinar matahari kulit mereka masih terbilang putih. Iseng-iseng saya memperhatikan wajah ucung. Terlihat garis belahan antara hidung dan bibirnya tidak ada. Sementara yudi cukup lama menutupi bagian antara hidung dan dagu dengan kain. Meskipun akhirnya yudi membuka kainnya dan ternyata belahan antara hidung dan bibirnya ada meskipun terlihat samar. Ternyata diam-diam teman saya juga memperhatikan wajah mereka.
Teman saya bertanya tentang pemandangan di atas gunung Saranjana. Jawab Ucung dan Yudi pemandangannya bagus. Semakin penasaran saja jadinya ingin segera mendaki ke puncak!!! Namun begitu ingin melangkahkan kaki menaiki gunung, oleh mereka kami dilarang naik melalui jalur yang ini. Bahaya bisa jatuh terguling-guling ke bawah katanya. Lalu kami diajak ke sisi sebelah kanan gunung. Lewat sini saja naiknya kata ucung. Pesan mereka selama naik berhati-hatilah dan kalau tersesat sebut dan panggil saja nama mereka!!! Blekkk mendengar kata-kata itu sontak saja saya merinding, darah rasanya terpompa lebih cepat ke jantung, panas dingin rasanya. Mana mungkin gunung sebegini kecil bisa membuat orang tersesat. Pikiran saya mulai kacau di sini teringat tentang mitos yang selama ini beredar di masyarakat tentang Saranjana.

15 Menit Yang Mendebarkan
Mendaki gunung Saranjana tidaklah terlalu menguras tenaga dan memerlukan keahlian khusus. Untuk menuju puncaknya tidak memerlukan waktu yang lama. Menurut saya gunung ini lebih cocok disebut sebagai bukit. Kaki terus melangkah ke atas, sementara tangan berpegangan erat di antara pepohonan. Mulut saya tak henti-hentinya beristighfar dan berdoa agar pikiran tidak kosong dan tetap fokus pada jalan tanjakan yang dilalui. Di tengah-tengah perjalanan saya berhenti. Perasaan saya tidak enak, serasa ada yang memperhatikan kami. Hal ini sebenarnya sudah saya rasakan semenjak pertama kali melangkahkan kaki naik ke gunung Saranjana. Namun semakin lama rasanya semakin membuat saya tidak enak. Sempat saya ingin kembali ke bawah membatalkan niat menuju puncak. AH mungkin hanya perasaan saya saja. Namun akhirnya perjalanan saya lanjutkan dan akhirnya barhasil mencapai puncak gunung Saranjana. Meskipun hanya dalam waktu 15 menit saya sudah sampai dipuncak, tetapi harus saya akui bahwa pendakian ini lebih mendebarkan jika dibandingkan pendakian selama 7 jam rute Kalimati menuju puncak Mahameru yang pernah saya daki di akhir tahun 2011 yang lalu.

Memory Card Error Di Puncak Gunung Saranjana
Sekarang sampai sudah saya bersama teman saya di puncak gunung Saranjana. Keadaan di puncak sangat bersih dan rapi sekali. Tidak ada semak belukar dan dedaunan yang merambat. Berbeda terbalik dengan apa yang ada dipikiran saya waktu di bawah tadi. Entahlah siapa yang rajin membersihkannya??? Tidak mau berpikiran macam-macam teman saya mulai mengeluarkan kameranya. Ketika menekan shutter tiba-tiba dari layar LCD kamera nampak tulisan “memory card error”. Otomatis foto tidak bisa diambil karena kamera tidak berfungsi. Selama 3 kali mengalami memory card error. Dan ketika menekan shutter yang ke 4 kalinya akhirnya kamera berfungsi lagi. Mungkin sekitar 10 atau 15 menit kami berada di puncak gunung Saranjana sebelum akhirnya turun kembali ke bawah menuju pantai.

Suara Orang Memanggil
Di pantai kami berfoto-foto narsis sambil rebahan di pasir dan dinaungi oleh rimbunnya pepohonan. Selagi asyik-asyiknya mengobrol dengan teman saya, tiba-tiba terdengar samar-samar seperti suara orang memanggil. Uii,,uii,,uii,, selama beberapa kali!!! Sontak kami berhenti mengobrol dan memperhatikan asal suara itu. Di sekeliling kami juga tidak terlihat adanya orang. Padahal saya kira ucung atau yudi yang memanggil kami. Tetapi ternyata bukan. Suara burung mungkin pikir saya. Berusaha cuek dan tak mau berpikir macam-macam tentang suara itu, kamipun kembali melanjutkan obrolan dengan santainya. Konyol memang……

Setelah merasa cukup dan kebetulan hari juga sudah menjelang siang kami pun memutuskan untuk kembali ke perahu meninggalkan Saranjana. Dari kejauhan tiba-tiba sosok ucung dan yudi muncul lagi. Meraka melambaikan tangan dan kami pun juga membalas lambaian tangan sebagai tanda perpisahan. Siapakah mereka berdua??? Entahlah…. Yang pasti niat kami datang ke Saranjana hanya untuk melihat keindahan alam yang ada di sana tanpa ada niat yang lain. Semua yang saya ceritakan sesuai dengan apa yang saya alami. Sekedar hanya untuk berbagi cerita. Mitos yang berkembang cukup membantu memelihara alam sehingga tidak tersentuh oleh tangan jahil manusia. Salam……

Salam kepada Pak Muhammad atas trip bareng dan kebersamaannya di Saranjana.





29 komentar:

  1. Balasan
    1. foto nya sampai sekarang belum dikasih sama yang punya kamera.hee.. *sumpe lho*

      Hapus
    2. Foto2nya ada di fb milik https://www.facebook.com/javier.adietia dan https://www.facebook.com/borneowalker

      Apakah anda salah satu dari pemilik akun fb diatas?

      Hapus
    3. iya mas, saya salah satu pemilik akun fb tersebut. salam kenal...

      Hapus
    4. mantap mas adi murdani neh atau biasa di panggil mas adit iya lah

      Hapus
    5. terimakasih bang ical udah beelang ke ke blog ulun . inggih iya ae

      Hapus
    6. Adi Murdani# pian kada kasih ijin pang handak memotret sm penghuni saranjana, makanya eror...

      Hapus
  2. hororrrrrr banget seh...
    aku jadi pengen ke sana....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sama komentar yang ini. woh, bacanya aja ikut deg-deg-an tapi bikin penasaran... yah terlepas dari benar/tidaknya mitos itu semoga bisa melindungi Saranjana dari tangan jahil :)

      Hapus
    2. Kalau ke sana jangan dijadikan ajang adu nyali ya, salah tujuan bisa bisa gak akan kembali *semoga tidak kejadian* hee....

      Hapus
  3. http://backpackerindonesia.com/forum/cari-temen-nekat-ke-kota-saranjana

    buat pentolan blog ini - baca yaa
    matur sukma bli bli :)

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. makasih udah meluangkan waktu baca catper nya gan. salam...

      Hapus
  5. terimakasih sudah memuat tentang saranjana di blog ini...
    semua yang anda ceritakan memanf benar ada nya...
    cuma untuk masalah memancing sedikit aku ralat...
    muara seranjana adalah tujuan favorit untuk memancing...memang air nya sedikit keruh tapi di situlah tempat berkumpul nya ikan ikan kulitas ekspor ( kakap putih,kakap merah/petagang,kerapu,cepa) semua berukuran besar....
    tapi harus ijin dulu sama orang orang sana kalo tidak jangan harap bisa dapat ikan....
    aku dari tanjung seloka

    BalasHapus
  6. wahh, habis bulan ramadhan gue kesana dah. jadi penasaran hahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah ditunggu ya cerita nya dari sana bro : )

      Hapus
  7. Jdi pengen kesana seprti apa saranjana....n seMITOS ap sich tempat nya...ini baru NEKAT TRAVELLER.....mesti ajak sahabat" nich....semoga...saranjana tetap terlindung dari tangan jahil manusia...^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah sempatin mampir baca cerita saya.hee...

      Hapus
  8. Thanks buat Adi Murdani yg telah menginspirasi lahirnya postinganku, The Mythical City of Saranjana, yg berisi perjalanan astralku ke Kota Saranjana ditemani Kanjeng Ratu Saranjana, yg wajahnya mirip Kimberly Ryder.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mas. Wah ceritanya semakin menguatkan mitos bahwa keberadaan kota saranjana benar-benar ada.

      Hapus
  9. slm knl smwx. wah aq blm prnh scr fisik ksna, klo prjlnn astral sering sih. ada baikx klo ktemu sm pnghuni saranjana, jgn dfoto. susah klo mreka trsinggung. pnghuni saranjana bkn jin, klo bhsa gmpngx, lbh ke arah pedanyangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga mbak. Terimakasih atas sarannya.

      Hapus
  10. Kak sekedar info orang yang tak memliki belahan antara hidung dan mulut adalah moro.... itu adalah ciri khas moro ( daerah kami menyebutnya demikian )... mereka berupa orang namun......... agak sulit dipastikan juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih informasinya bro, kalau boleh tau dari daerah mana? dan salam kenal ya....

      Hapus
  11. apakah mereka biasa menampkkan diri ?

    Salam Blogger.
    Berkunjung balik ya kerumahku: http://fellgod.blogspot.com/

    BalasHapus
  12. pengen berobat ke kota gaib

    BalasHapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus